Senin, 08 Juni 2020

Sisi lain "New Normal"

PE-TALK(Pemuda Talk) Berbicara Mengenai Covid 19.

Pemuda untuk Pacitan atau biasa disebut PETUPA telah  menyelenggarakan PE-TALK (PEMUDA-TALK) guna mengedukasi masyarakat berkaitan isu-isu terkini dengan mendatangkan narasumber ahli. PE-TALK (PEMUDA TALK) ini disiarkan langsung melalui platform Instagram dan nantinya akan dipublikasikan di kanal Youtube PETUPA. Program ini diagendakan sebagai pergerakan dari Pemuda untuk Pacitan (PETUPA) dalam mengisi waktu selama Work From Home (WFH) dan akan digelar dengan beberapa topik berbeda dalam waktu berkala. 

PE-TALK episode pertama kali ini bertopik Sisi Lain “New Normal”. Diselenggarakan pada hari Rabu, 3 Juni 2020 pukul 19.00–20.00 WIB bertempat di kediaman Prastyo Aji, Ketua umum PETUPA 2018-2019. Acara ini dimoderatori oleh Sega Ramayani (mahasiswa UGM) dengan narasumber Rois Nahdhuddin (Dokter muda, sekaligus senior PETUPA). Acara ini merupakan respon untuk menjawab keresahan masyarakat dari perspektif pemuda yang disampaikan melalui open question pada postingan PETUPA di hari sebelumnya. Selain itu juga sebagai ruang untuk mendiskusikan terhadap adanya rencana penerapan “New Normal” untuk keberlanjutan kehidupan masyarakat yang diawali dengan sekilas pembahasan COVID-19 sebagai latar belakang adanya kebijakan baru.

Dalam sesi diskusi, Dokter Muda tersebut memaparkan beberapa poin-poin penting yang perlu diperhatikan saat menghadapi Covid-19.  Di antaranya berkaitan dengan selayang pandang Covid-19, pematuhan protokol kesehatan, tanggapan mengenai teori konspirasi, penerapan New Normal dan kiat-kiat ketika hidup dalam New Normal.
Tidak lupa, dalam diskusi juga dibuka sesi pertanyaan melalui live Instagram. Ada banyak pertanyaan yang diajukan oleh warganet, namun karena keterbatasan waktu hanya dapat menjawab tiga pertanyaan. 

"Virus Covid-19 memang nyata. Yang harus kita hadapi adalah virus tersebut. Terlepas dari apakah itu konspirasi atau tidak, tapi yang jelas kita harus berperang melawan virus tersebut." Ujar Dokter lulusan SMAN 1 Pacitan tersebut dalam menanggapi teori konspirasi yang beredar di berbagai media sosial. 

Dalam penjelasanya, Dokter Rois juga menyatakan bahwa "Yang banyak melanggar protokol kesehatan adalah anak muda. Anak muda juga yang rentang menjadi OTG (Orang Tanpa Gejala). Sehingga dapat membahayakan orang-orang di sekitar."

Berhubungan dengan New normal, Doker Rois menjelaskan bahwa "New Normal bukanlah hidup normal seperti dulu, melainkan hidup dengan normal yang baru. Normal yang baru adalah kekonsistenan dengan mematuhi protokol kesehatan. Dengan kata lain kita hidup normal namun tetap berdampingan dengan virus tersebut. Adapun New Normal akan berdampak buruk sampai memicu terjadinya gelombang kedua jika tidak ada kesiapan masyarakat dalam melaksanakan syarat-syarat New Normal. Namun dampak positif New Normal adalah kembali tumbuhnya ekonomi."

Program ini sangat penting untuk terus dilaksanakan. Hal ini dikarenakan sebagai perwujudan dari kontribusi nyata sebagai peran pemuda untuk Indonesia dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui diskusi ini, supaya para pemuda terus meng-upgrade diri dengan wawasan dan pengetahuan untuk tetap update dan tidak tertinggal.

Senin, 01 Juni 2020

1 Juni, Merawat Perbedaan.


    1 juni 1945 merupakan momen penting bagi bangsa Indonesia. Sejarah mencatat pada tanggal itu seorang orator ulung bernama Soekarno berpidato menawarkan gagasanya mengenai dasar negara. Kita kenal ide soekarno tersebut dengan nama Pancasila. Walaupun dalam perkembanganya banyak yang dimodifikasi, pidato Soekarno tersebut menutup persidangan yang memakan waktu 3 hari dengan kesepatakan bahwa Pancasila dijadikan sebagai falsafah dasar negara Indonesia yang baru lahir tersebut.

Sampai sekarang bangsa Indonesia tetap merawat ingatan sejarahnya, Terbukti setiap 1 Juni diperingati sebagai hari lahir Pancasila. 1 Juni setidaknya bukan hanya sebagai tanggal merah di kalender tetapi sebagai catatan merah dalam sejarah untuk pengingat kita dalam merefleksikan esensi nilai pancasila. Mengingat dalam perjalananya, seringkali banyak yang mengklaim bahwa dirinya sebagai seorang Pancasilais, bahwa Pancasila rentan dijadikan alat politik, bahwa atas nama Pancasila seorang dapat melegitimasi berbagai kebencian, konflik dan perpecahan, bahwa atas nama Pancasila seorang diktator dapat berkuasa salama 32 tahun, bahwa atas nama Pancasila seorang dengan gampangnya berkata “Anda tidak Pancasilais, keluar saja dari NKRI”. Parah juga ada yang mengatakan bahwa “ Komunis, Sosialis, Liberal dan Khilafah tidak cocok dengan Pancasila, idelogi seperti itu harus dibuang jauh dari Indonesia”. Jika seperti itu, sungguh pemikiran yang anti keberagaman/kebinekaan Apakah seperti itu pancasila?

Kita sepakat bahwa Pancasila adalah pandangan terbuka. Untuk membaca Pancasila, kita juga harus paham bahwa Seokarno memiliki latar belakang pemikiran yang beragam. Pemikiran Seokarno terpengaruhi oleh Marxisme, Sosialisme, Religius, dan Nasionalisme. Sehingga itu mempengaruhi ketika meracik Pancasila. Bumbu pemikiran Soekarno begitu beragam karena ia terbuka dengan segala khazanah pemikiran global. Konsekuensi ketika menjadikan pancasila sebagai pandangan terbuka adalah Pancasila terbuka dengan masukan dari berbagai ideologi dan pemikiran dunia. Terbuka juga bisa diartikan bahwa Pancasila bisa diinterpretasikan oleh semua orang, bukan hanya penguasa. Dengan kata lain Pancasila tidak menutup diri untuk ditafsirkan. Orang Islam berhak menafsirkan karena di sila ke satu berbunyi ketuhanan, seorang nasionalis berhak menafsirkan karena di sila tiga berbunyi persatuan, seorang Sosialisme/Marxisme berhak menafsirkan karena di sila ke 5 berbunyi keadilan sosial. Bukan hanya seorang yang berideologi, namun semua orang berhak menafsirkan Pancasila sesuai dengan latar belakang pemikiranya. Dengan demikian Pancasila bukan seperti dogma yang harus kita imani, akan tetapi sebagai alat berpikir yang dinamis untuk berbagai persoalan bangsa dalam menghadapi perkembangan zaman.


Sebagai seorang konseptor Pancasila, Soekarno mengatakan bahwa Pancasila adalah dasar sebagai pemersatu bangsa. Soekarno memaknai bahwa Pancasila sebagai alat untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan latar belakang aliran politik, ideologi, etnis, suku, agama dan budaya. Bung karno memahami bahwa untuk menjadi bangsa yang satu dan utuh, Indonesia membutuhkan suatu dasar yang bisa mengakomodir berbagai perbedaan. Bukan hanya itu, bagi Soekarno, persatuan adalah jalan satu-satunya dalam memperjuangkan Indonesia untuk merdeka ketika melawan penjajahan. Hal itu karena pergerakan yang dilakukan secara bergolongan akan mudah diruntuhkan. Sehingga Pancasila telah disepakati sebagai meja diskusi dalam membahas masa depan bangsa.

Maka dari itu ketika ada seorang yang memiliki pandangan lain soal dasar negara, tidak layak kita kucilkan,kerdilkan dan tuding sebagai anti NKRI. Karena Pancasila adalah pandangan terbuka atas perbedaan dan penafsiran dan Pancasila sendiri terwujud dari kesepatakan para pendiri bangsa yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Bahkan Pancasila sendiri dapat diganti, sebagai dasar negara konstitusi mengijinkan untuk merubah dasar negara. Sehingga sakralisasi terhadap Pancasila adalah hal yang begitu aneh dan mengarah pada fanatisme buta ide. Dengan kita memaknai Pancasila sebagai pandangan terbuka maka kita telah membuat Pancasila menjadi selalu relevan dalam berbagai perkembangan zaman. Sebagaimana sikap terhadap keberagaman, Pancasila harus menjadi alat pemersatu yang mengakomodir berbagi perbedaan di Indonesia.


Garuda Pancasila dengan kaki yang mencengkeram pita bertuliskan "Bhineka Tunggal Ika" yang berarti Pancasila menggenggam erat perbedaan untuk persatuan bukan persatuan yang membeda-bedakan.

Sinergitas Sebagai Upaya Pelestarian Budaya

Harapan kami mulai tercerahkan dengan tersebarnya pamflet yang mengusung tema "Ngobrol Bareng Mas Bupati dengan Pelaku Seni...