Senin, 01 Juni 2020

1 Juni, Merawat Perbedaan.


    1 juni 1945 merupakan momen penting bagi bangsa Indonesia. Sejarah mencatat pada tanggal itu seorang orator ulung bernama Soekarno berpidato menawarkan gagasanya mengenai dasar negara. Kita kenal ide soekarno tersebut dengan nama Pancasila. Walaupun dalam perkembanganya banyak yang dimodifikasi, pidato Soekarno tersebut menutup persidangan yang memakan waktu 3 hari dengan kesepatakan bahwa Pancasila dijadikan sebagai falsafah dasar negara Indonesia yang baru lahir tersebut.

Sampai sekarang bangsa Indonesia tetap merawat ingatan sejarahnya, Terbukti setiap 1 Juni diperingati sebagai hari lahir Pancasila. 1 Juni setidaknya bukan hanya sebagai tanggal merah di kalender tetapi sebagai catatan merah dalam sejarah untuk pengingat kita dalam merefleksikan esensi nilai pancasila. Mengingat dalam perjalananya, seringkali banyak yang mengklaim bahwa dirinya sebagai seorang Pancasilais, bahwa Pancasila rentan dijadikan alat politik, bahwa atas nama Pancasila seorang dapat melegitimasi berbagai kebencian, konflik dan perpecahan, bahwa atas nama Pancasila seorang diktator dapat berkuasa salama 32 tahun, bahwa atas nama Pancasila seorang dengan gampangnya berkata “Anda tidak Pancasilais, keluar saja dari NKRI”. Parah juga ada yang mengatakan bahwa “ Komunis, Sosialis, Liberal dan Khilafah tidak cocok dengan Pancasila, idelogi seperti itu harus dibuang jauh dari Indonesia”. Jika seperti itu, sungguh pemikiran yang anti keberagaman/kebinekaan Apakah seperti itu pancasila?

Kita sepakat bahwa Pancasila adalah pandangan terbuka. Untuk membaca Pancasila, kita juga harus paham bahwa Seokarno memiliki latar belakang pemikiran yang beragam. Pemikiran Seokarno terpengaruhi oleh Marxisme, Sosialisme, Religius, dan Nasionalisme. Sehingga itu mempengaruhi ketika meracik Pancasila. Bumbu pemikiran Soekarno begitu beragam karena ia terbuka dengan segala khazanah pemikiran global. Konsekuensi ketika menjadikan pancasila sebagai pandangan terbuka adalah Pancasila terbuka dengan masukan dari berbagai ideologi dan pemikiran dunia. Terbuka juga bisa diartikan bahwa Pancasila bisa diinterpretasikan oleh semua orang, bukan hanya penguasa. Dengan kata lain Pancasila tidak menutup diri untuk ditafsirkan. Orang Islam berhak menafsirkan karena di sila ke satu berbunyi ketuhanan, seorang nasionalis berhak menafsirkan karena di sila tiga berbunyi persatuan, seorang Sosialisme/Marxisme berhak menafsirkan karena di sila ke 5 berbunyi keadilan sosial. Bukan hanya seorang yang berideologi, namun semua orang berhak menafsirkan Pancasila sesuai dengan latar belakang pemikiranya. Dengan demikian Pancasila bukan seperti dogma yang harus kita imani, akan tetapi sebagai alat berpikir yang dinamis untuk berbagai persoalan bangsa dalam menghadapi perkembangan zaman.


Sebagai seorang konseptor Pancasila, Soekarno mengatakan bahwa Pancasila adalah dasar sebagai pemersatu bangsa. Soekarno memaknai bahwa Pancasila sebagai alat untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan latar belakang aliran politik, ideologi, etnis, suku, agama dan budaya. Bung karno memahami bahwa untuk menjadi bangsa yang satu dan utuh, Indonesia membutuhkan suatu dasar yang bisa mengakomodir berbagai perbedaan. Bukan hanya itu, bagi Soekarno, persatuan adalah jalan satu-satunya dalam memperjuangkan Indonesia untuk merdeka ketika melawan penjajahan. Hal itu karena pergerakan yang dilakukan secara bergolongan akan mudah diruntuhkan. Sehingga Pancasila telah disepakati sebagai meja diskusi dalam membahas masa depan bangsa.

Maka dari itu ketika ada seorang yang memiliki pandangan lain soal dasar negara, tidak layak kita kucilkan,kerdilkan dan tuding sebagai anti NKRI. Karena Pancasila adalah pandangan terbuka atas perbedaan dan penafsiran dan Pancasila sendiri terwujud dari kesepatakan para pendiri bangsa yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Bahkan Pancasila sendiri dapat diganti, sebagai dasar negara konstitusi mengijinkan untuk merubah dasar negara. Sehingga sakralisasi terhadap Pancasila adalah hal yang begitu aneh dan mengarah pada fanatisme buta ide. Dengan kita memaknai Pancasila sebagai pandangan terbuka maka kita telah membuat Pancasila menjadi selalu relevan dalam berbagai perkembangan zaman. Sebagaimana sikap terhadap keberagaman, Pancasila harus menjadi alat pemersatu yang mengakomodir berbagi perbedaan di Indonesia.


Garuda Pancasila dengan kaki yang mencengkeram pita bertuliskan "Bhineka Tunggal Ika" yang berarti Pancasila menggenggam erat perbedaan untuk persatuan bukan persatuan yang membeda-bedakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sinergitas Sebagai Upaya Pelestarian Budaya

Harapan kami mulai tercerahkan dengan tersebarnya pamflet yang mengusung tema "Ngobrol Bareng Mas Bupati dengan Pelaku Seni...